Tambang Nikel di Raja Ampat Milik Siapa?
- account_circle admin
- calendar_month Sen, 9 Jun 2025
- visibility 43
- comment 1 komentar

Tambang Nikel Raja Ampat
Tambang Nikel di Raja Ampat Milik Siapa?

Tambang Nikel Raja Ampat
KlikBabel.com – Tambang Nikel dan Raja Ampat? Saat ini rakyat Indonesia sedang bertanya-tanya ada apa dengan Tambang Nikel dan Raja Ampat?
Raja Ampat, yang sering disebut sebagai Surga Terakhir di dunia, kini sedang terancam oleh kerusakan akibat kegiatan pertambangan nikel. Program hilirisasi nikel, yang digadang–gadang sebagai upaya menuju transisi energi bersih, justru membawa dampak kehancuran di berbagai daerah, mulai dari Sulawesi hingga Maluku, dan kini mengancam kelestarian alam Raja Ampat di Papua Barat.
Sejauh ini, kegiatan pengolahan nikel di Indonesia sebagian besar terfokus di kawasan Maluku Utara dan Sulawesi, yang telah lama menjadi pusat utama industri ini. Namun demikian, dengan diberlakukannya kebijakan hilirisasi nikel oleh pemerintah, arah perhatian mulai mengalami pergeseran menuju potensi sumber daya lainnya yang terletak di Papua Barat Daya. Menurut data yang diterbitkan oleh Greenpeace Indonesia, diketahui bahwa aktivitas penambangan nikel ternyata juga berlangsung di wilayah Papua Barat. Beberapa lokasi utama penambangan di area tersebut mencakup Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.
Berdasarkan analisis Greenpeace, aktivitas eksploitasi nikel di tiga pulau tersebut telah merusak lebih dari 500 hektar hutan serta vegetasi alami yang unik. Selain itu, berbagai dokumentasi memperlihatkan adanya limpasan tanah yang berujung pada sedimentasi di area pesisir.
Siapa Perusahaan Pemilik Tambang Nikel di Raja Ampat?
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa terdapat lima perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Informasi tersebut didapatkan melalui hasil evaluasi langsung di lapangan.
1. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
PT Anugerah Surya Pratama (ASP) adalah perusahaan yang berfokus pada sektor pertambangan nikel dengan lokasi operasional di kawasan timur Indonesia, tepatnya di Pulau Manuran, Kabupaten Raja Ampat. Sebagai perusahaan penanaman modal asing (PMA), ASP merupakan anak perusahaan dari PT Wanxiang Nickel Indonesia, yang tergabung dalam Vansun Group, sebuah grup usaha tambang berbasis di China.
2. PT Gag Nikel
PT Gag Nikel menjadi satu-satunya yang saat ini aktif memproduksi nikel sekaligus berstatus sebagai pemegang kontrak karya (KK). Perusahaan ini terdaftar dalam sistem Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan Nomor Akte Perizinan 430.K/30/DJB/2017, berlaku hingga tahun 2047, dengan wilayah izin mencapai 13.136 hektare (Ha). Pada awalnya, kepemilikan saham PT Gag Nikel terbagi antara dua pihak, yakni Asia Pacific Nickel (APN) Pty. Ltd asal Australia dengan porsi 75% dan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam (ANTM), sebuah perusahaan lokal, yang menguasai 25% sisanya. Namun, sejak tahun 2008, Antam berhasil mengakuisisi seluruh saham perusahaan tersebut, sehingga kini kendali penuh atas PT Gag Nikel berada di bawah perusahaan BUMN tersebut. PT Gag Nikel juga menjadi salah satu dari 13 perusahaan yang memperoleh izin untuk melanjutkan aktivitas kontrak karya pertambangan di kawasan hutan hingga masa berlaku izin atau perjanjian berakhir. Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan dalam Kawasan Hutan.
3. PT Nurham
PT Nurham adalah perusahaan tambang nikel yang diketahui beroperasi di wilayah Kabupaten Raja Ampat. Meski demikian, hingga saat ini belum ada informasi publik yang dapat memastikan bahwa perusahaan tersebut benar-benar aktif melakukan kegiatan produksi nikel. Perusahaan tersebut terdaftar dalam sistem pengadaan elektronik Pemerintah Provinsi Papua. Akan tetapi, informasi mengenai jumlah paket proyek yang dimenangkan maupun nilai kontrak yang diperoleh tidak tersedia secara transparan untuk umum.
4. PT Mulia Raymond Perkasa
PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan wilayah konsesi seluas kurang lebih 2.194 hektare, yang meliputi Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele di Distrik Waigeo Barat Kepulauan. Namun, berdasarkan keterangan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), MRP belum mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Perusahaan mulai melaksanakan kegiatan eksplorasi di area Pulau Batang Pele, Kabupaten Raja Ampat, pada 9 Mei 2025 dengan memasang 10 mesin bor untuk kebutuhan pengambilan sampel inti batuan. Akan tetapi, saat dilakukan verifikasi di lapangan, hanya ditemukan area perkemahan yang digunakan oleh para pekerja eksplorasi di lokasi MRP.
5. PT Kawei Sejahtera Mining
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) adalah perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan bijih nikel dan resmi didirikan pada bulan Agustus 2023. Perusahaan ini memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) berdasarkan Keputusan Bupati Raja Ampat Nomor 210 Tahun 2013, yang memberikan hak kepada KSM untuk melakukan operasi produksi. IUP tersebut dikeluarkan pada tanggal 30 Desember 2013, dengan masa berlaku selama 20 tahun dan mencakup wilayah seluas 5.922 hektar. Berdasarkan informasi dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), KSM telah mendapatkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Kegiatan pembukaan lahan mulai dilakukan pada tahun 2023, sementara operasional penambangan bijih nikel dijadwalkan akan dimulai pada tahun 2024.
Bagaimana Tanggapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia?
Bahlil memberikan penegasan bahwa izin usaha pertambangan yang berlaku di wilayah Raja Ampat telah diterbitkan sebelum dirinya menjabat di pemerintahan. Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa pada periode ketika izin tersebut dikeluarkan, dirinya masih menduduki posisi sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dan belum bergabung ke dalam struktur kabinet pemerintahan. Pernyataan ini ia sampaikan melalui sebuah keterangan tertulis yang dirilis pada hari Jumat, 6 Juni 2025, dengan tujuan memberikan klarifikasi terkait tanggung jawabnya dalam proses penerbitan izin tersebut.
Bahlil dengan tegas membantah isu yang menyebutkan bahwa aktivitas pertambangan telah mengakibatkan kerusakan pada kawasan wisata Raja Ampat. Ia menegaskan bahwa lokasi tambang sebenarnya berada pada jarak sekitar 30 hingga 40 kilometer dari Piaynemo, salah satu destinasi wisata populer di wilayah tersebut. Menurutnya, banyak pihak menyebarkan informasi yang salah dengan mengatakan bahwa kegiatan pertambangan berlangsung langsung di Pulau Piaynemo, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Lokasi tambang tersebut sebenarnya berada di Pulau Gag, yang cukup jauh dari Piaynemo dan tidak berpotensi memberikan dampak langsung pada kawasan wisata tersebut. Bahlil dengan percaya diri mengatakan bahwa dirinya memahami situasi ini dengan baik karena sering kali mengunjungi Raja Ampat untuk memastikan kondisi di lapangan.
Bahlil telah mengambil langkah tegas dengan memutuskan untuk menghentikan sementara seluruh aktivitas pertambangan nikel yang dilakukan oleh PT GAG Nikel di wilayah Raja Ampat. Pemberlakuan pembekuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) terhadap perusahaan ini dijadwalkan mulai efektif pada Kamis, 5 Juni 2025. Kebijakan ini diambil sebagai respons langsung terhadap banyaknya gelombang penolakan yang datang dari berbagai pihak, termasuk aktivis lingkungan dan aliansi masyarakat sipil. Kelompok-kelompok ini menyuarakan keprihatinan mereka dengan menyatakan bahwa kegiatan penambangan nikel yang dilakukan memiliki potensi besar untuk menimbulkan kerusakan serius pada ekosistem alami yang menjadi ciri khas Raja Ampat.
Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa seluruh kegiatan pertambangan di Raja Ampat diawasi dengan ketat dan dilakukan secara transparan. Pengawasan ini mencakup aspek legalitas, perlindungan lingkungan, serta kepatuhan terhadap peraturan di kawasan konservasi dan hutan lindung. Ia turut menjelaskan bahwa proses evaluasi dijalankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Regulasi tersebut mengharuskan kegiatan reklamasi dilakukan dengan mempertimbangkan dampak teknis, lingkungan, dan sosial. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Bahlil pada Sabtu, 7 Juni 2025, melalui keterangan tertulis.
- Penulis: admin
I’m not sure where you’re getting your information, but great topic.
I needs to spend some time learning more or understanding more.
Thanks for excellent info I was looking for this information for
my mission.
Look into my homepage – Travel News
9 Juni 2025 7:43 am