4 Pulau Aceh Miliki Potensi Cadangan Gas dan Energi
- account_circle admin
- calendar_month Sel, 17 Jun 2025
- visibility 31
- comment 1 komentar

4 pulau aceh
Cadangan Gas dan Energi di 4 Pulau Aceh, Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang
KlikBabel.com – Menurut Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, 4 pulau Aceh yakni Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang memiliki potensi cadangan gas serta energi yang nilainya setara dengan kawasan Andaman.

4 pulau aceh
Baru-baru ini terjadi perselisihan antara Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution mengenai kepemilikan empat pulau yang berada di kawasan Singkil, tepatnya di daerah perbatasan antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Empat pulau kecil, yaitu Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, telah secara resmi dimasukkan ke dalam wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Keputusan Nomor 300.2.2-2138 yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada bulan April tahun 2025. Keputusan ini menjadi langkah penting dalam pengelolaan batas wilayah, namun tidak luput dari kontroversi. Segera setelah keputusan tersebut diumumkan, Pemerintah Aceh menyampaikan keberatan resmi terhadap penetapan ini, yang kemudian berkembang menjadi sengketa yang melibatkan perdebatan panjang mengenai kejelasan garis batas administratif antara kedua provinsi tersebut. Sengketa ini menunjukkan bahwa isu penentuan wilayah masih menjadi persoalan yang kompleks di Indonesia, mengingat sejarah panjang hubungan antara daerah-daerah terkait serta potensi dampaknya terhadap masyarakat setempat.
Awal Mula Perselisihan
Perselisihan antara Aceh dan Sumatera Utara berawal dari pendataan geografis yang dilakukan oleh Tim Nasional pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2008. Pemerintah saat itu menugaskan Tim Nasional untuk menyusun laporan administratif mengenai jumlah pulau di Indonesia, yang akan disampaikan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pendataan ini dilakukan berdasarkan laporan dari pemerintah provinsi mengenai jumlah pulau yang termasuk dalam wilayah administrasi masing-masing. Prosesnya berlangsung secara bertahap di setiap provinsi selama tahun 2008 hingga 2009.
Provinsi Sumatera Utara secara resmi mencatatkan sebanyak 213 pulau dalam daftar, termasuk empat pulau yang masuk ke wilayah administratifnya, selama periode 14-16 Mei 2008. Sementara itu, pada 20-22 November 2008, Pemerintah Aceh tidak memasukkan keempat pulau tersebut ke dalam daftar wilayah administratif yang didaftarkan. Sebaliknya, Aceh justru mencatatkan empat pulau lainnya, yaitu Rangit Besar, Rangit Kecil, Malelo, dan Panjang. Ada narasi lain yang menyebutkan bahwa pada suatu waktu, Pemerintah Aceh pernah mempertimbangkan untuk mendaftarkan pulau-pulau yang menjadi objek sengketa tersebut sebagai bagian dari wilayahnya.
Hasil pendataan awal terkait wilayah administratif telah diverifikasi secara resmi oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2009. Di sisi lain, Pemerintah Aceh mengajukan serangkaian usulan perubahan nama untuk empat pulau yang sebelumnya sudah memiliki pendaftaran titik koordinat yang tercatat. Keempat pulau tersebut, yaitu Pulau Rangit Besar, Rangit Kecil, Malelo, dan Panjang, diusulkan untuk diganti namanya menjadi Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang.
Namun demikian, proses perubahan nomenklatur ini tidak diiringi dengan penyesuaian atau pembaruan pada titik koordinat yang terdaftar, yang kemudian menimbulkan kebingungan dalam pengolahan data oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Berdasarkan analisis Pakar Ilmu Geodesi, Universitas Gadjah Mada, I Made Andi Arsana, S.T., M.E., Ph.D, terdapat indikasi bahwa langkah ini kemungkinan besar merupakan bagian dari upaya Aceh untuk mengintegrasikan keempat pulau sengketa tersebut ke dalam wilayah administrasi provinsinya. Andi lebih lanjut memaparkan bahwa permasalahan mendasarnya terletak pada fakta bahwa Sumatera Utara telah lebih dahulu mendaftarkan data-data ini secara resmi dan konsisten, sementara pendaftaran yang diajukan oleh Aceh menunjukkan ketidaksesuaian pada posisi titik koordinat. Dalam satu kesimpulan, Andi menyatakan bahwa secara administratif, data yang memiliki konsistensi lebih tinggi biasanya akan lebih memiliki tingkat kepercayaan yang kuat.
Sejak tahun 2008, seluruh informasi dan data resmi terkait wilayah-wilayah ini terus-terusan merujuk kepada Sumatera Utara sebagai pemilik administratifnya. Hal ini menjadikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) selalu mendasari setiap keputusan resminya pada data yang dikelola oleh Sumatera Utara. Walaupun demikian, polemik berkepanjangan terkait kepemilikan keempat pulau ini membuat BIG, dalam laporan resminya tahun 2021, mengambil posisi netral dengan menyatakan bahwa semua pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia, tetapi tidak secara tegas menyebutkan apakah pulau-pulau itu berada di bawah administrasi Aceh atau Sumatera Utara. Pada perkembangan berikutnya di tahun 2022, Pemerintah Aceh membawa sebuah dokumen lama yang dirilis pada tahun 1992 untuk mendukung klaimnya.
Dokumen tersebut memuat perjanjian batas wilayah provinsi antara Aceh dan Sumatera Utara serta dilengkapi dengan peta sebagai lampiran pendukung. Dalam peta tersebut, wilayah administratif Aceh disebut-sebut mencakup keempat pulau yang saat ini tengah disengketakan. Dokumen ini kemudian dijadikan dasar utama oleh Aceh dalam memperjuangkan klaim atas pulau-pulau tersebut. Namun demikian, dokumen yang diajukan oleh pihak Aceh hanya berupa sebuah salinan hitam putih, bukan dokumen asli yang seharusnya lebih valid untuk dijadikan bukti otentik. Andi menggarisbawahi bahwa apabila dokumen tersebut memang autentik sebagaimana diklaim, maka logikanya Pemerintah Sumatera Utara serta Kemendagri yang turut disebutkan sebagai pihak yang menandatangani perjanjian semestinya juga memiliki arsip salinan dokumen aslinya untuk diverifikasi.
Keputusan Presiden Indonesia Prabowo Subiyanto
Pemerintah secara resmi menetapkan bahwa empat pulau yang terdiri dari Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang kini termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Aceh. Keputusan ini diumumkan pada hari Selasa, tanggal 17 Juni 2025, dalam sebuah pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh beberapa tokoh penting di tingkat nasional. Pengumuman tersebut disampaikan melalui konferensi pers bersama yang menghadirkan Wakil Ketua DPR RI, Menteri Sekretaris Negara, dan Menteri Dalam Negeri. Selain itu, acara ini juga dihadiri oleh Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara, yang menunjukkan adanya koordinasi dan dukungan dari para pemimpin daerah dalam pelaksanaan keputusan ini. Penetapan tersebut mencerminkan upaya pemerintah untuk menegaskan batas administratif dan memperjelas tata kelola wilayah demi mendukung kesejahteraan masyarakat di daerah terkait.
- Penulis: admin